Didik Wahyu Widodo, mantan jaksa yang tersangkut kasus
narkotika jenis sabu-sabu divonis Pengadilan Negeri (PN) Samarinda selama 6
tahun penjara. Putusan ini jauh lebih berat atau hampir tiga kali lipat dari
tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang “hanya” 2 tahun 6 bulan.
LANTAS apa pertimbangan majelis hakim memberikan putusan
terlampau tinggi dari tuntutan jaksa? Sebelumnya, dalam dakwaan Didik dikenakan
tiga pasal alternatif yakni, pasal 114 ayat (1), pasal 112, dan pasal 127 UU
35/2009 tentang narkotika. Dan pasal 127 menjadi acuan JPU menuntut Didik
selama 2 tahun 6 bulan penjara.
Bukan tanpa alasan pasal tersebut dikenakan ke mantan
rekan seprofesi mereka itu. Fakta-fakta di persidangan, seperti sabu 3 poket seberat
0,91 gram merupakan milik terdakwa Gunawan menjadi pertimbangan JPU M Deniardi
menuntut Didik.
Hendry Tobing, ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara
Didik ini menjelaskan meski fakta persidangan yang terungkap sabu seberat 0,91
gram tersebut milik terdakwa Gunawan, tapi Didik lah yang menjadi perantara
untuk terdakwa Gunawan mendapatkan barang haram itu.
“Jadi, posisi terdakwa Didik jelas di perkara ini sebagai
kurir,” jelas Hendry ketika ditemui awak media ini di ruang kerjanya (4/3) lalu.
Karena peran terdakwa Didik sebagai kurir ini pasal yang
sesuai adalah pasal 114. “Berdasarkan keyakinan majelis, pasal yang tepat untuk
peran Didik sebagai kurir adalah pasal 114, bukan pasal 127. Karena pasal 127
itu dapat dikenakan jika yang bersangkutan hanya sebagai pengguna narkoba,” ulas
Hendry lagi.
Lantaran adanya perubahan pasal ini membuat putusan yang
diterima Didik mendadak melambung dari tuntutan sebelumnya, yakni selama 2
tahun 6 bulan menjadi 6 tahun penjara. Tak hanya itu, Didik pun dibebankan
membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 6 bulan pidana kurungan.
Hal menarik justru terjadi dalam putusan terdakwa
Gunawan. Sebelumnya, Gunawan dituntut selama 5 tahun 6 bulan penjara. Namun,
putusan yang diterimanya justru mengalami penurunan menjadi 4 tahun, ditambah
denda sebesar Rp 800 juta subsidair 5 bulan kurungan.
Selain peran sebagai kurir, Didik pernah menjadi aparatur
penegak hukum yang menjadi pertimbangan majelis hakim memberikan putusan lebih
berat. “Terdakwa Didik pernah menjadi aparatur penegak hukum. Itulah
pertimbangan utama kami memberikan putusan,” ujarnya. “Vonis ini dapat menjadi
pelajaran bagi penegak hukum (lainnya),” imbuhnya.
Sementara Hongkun Otoh, Humas Pengadilan Negeri Samarinda
menerangkan jika terdakwa Didik melalui kuasa hukumnya telah mengajukan banding
terhadap putusan yang diterima. “Hari ini (4/3), kuasa hukumnya mengajukan
banding. Biar bagaimana pun ini merupakan hak terdakwa untuk mengajukan
banding,” katanya. (Robayu, Samarinda)
0 Komentar untuk "Pelajaran dari Mantan Jaksa Didik"