-->

KALTIM WEEKLY

Menggugat Ketidakadilan

Dayak yang Bermutu



Oleh: Ajid Kurniawan

BAGI orang Dayak, warna tidak sekadar memberikan nuansa variatif. Warna hitam, putih, hijau, kuning, dan merah merupakan hasil penjelajahan melewati lima alam. 

Hitam memberi kekuatan bersembunyi di kegelapan. Putih tidak saja bermakna kesucian tetapi juga bermakna ketulusan. Hijau merupakan pertanda kehidupan. Kuning mencerminkan kemuliaan dalam suasana batin orang yang rendah hati. Merah merefleksikan keteguhan memegang sebuah prinsip.

Filosofi warna menurut orang Dayak itu merupakan catatan Kardinal Tarung, seorang birokrat yang seniman. Ia bertugas di Pemprov Kalimantan Tengah. Judulnya, “Dayak yang Belajar dari Kehidupan”. Sebuah catatan yang terhimpun dalam sebuah buku berjudul “Di Mana Bumi di Pijak di Sana Langit Dibangun”. 

Buku ini merupakan untaian pendapat para pembedah dari acara bedah buku berjudul “Budaya Dayak, Permasalahan dan Alternatifnya” karya Kusni Sulang. Acara bedah buku yang diselenggarakan di Palangka Raya itu sudah cukup lama, tepatnya pada 14 Oktober 2011. 

Kendati tak bisa hadir karena alasan kesehatan, pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohammad turut andil menyampaikan pokok-pokok pikirannya. Imam Budhi Santosa, budayawan asal Jogjakarta juga mau berlelah-lelah menempuh jalan panjang untuk datang sebagai pembedah. Di tengah aktivitasnya yang super sibuk, Pastor Frans de Sales Sani Lake masih meluangkan waktu menjadi pembedah.

Saya bersyukur bisa mengenal seorang budayawan bernama Kusni Sulang, figur yang sangat bersahaja, namun gigih dan menjunjung tinggi norma-norma akademis. Sesuai jenjang pendidikan yang dimilikinya, melalui pendidikan di dalam negeri dan di luar negeri, ia dapat melihat ranah budaya Dayak secara lugas dan pantas untuk disimak dan dijadikan acuan.

Suatu siang, bersama sang istri Andriani S Kusni, ia bertandang ke kantor Radar Sampit (Kaltim Post Group). Kepada saya, ia menyampaikan tawaran untuk mengisi rubrikasi budaya di suratkabar yang kami kelola. Tak perlu berpikir lama, saya menyetujui tawaran tersebut. 

Maklum, meskipun sudah 25 tahun menetap di Bumi Borneo, tujuh tahun berada di Kalsel, delapan tahun di Kaltim, dan 10 tahun di Kalteng, pemahaman saya soal Dayak, bahasa dan kebudayaannya masih minim. Kepada Pak Kusni, saya meminta agar rubrik budaya yang ditanganinya menyisipkan hikayat atau legenda masyarakat Dayak. Juga kamus bahasa Dayak Ngaju. Rubrik budaya bernama “Sahewan Panarung” tersebut akhirnya menghiasi halaman koran setiap edisi Minggu setelah pertemuan itu.

Dari perkenalan yang diakhiri dengan jalinan kerjasama mengisi rubrik kebudayaan itu, Kusni Sulang menghadiahi saya dua buah buku. Ya, buku yang sedang kita ulas ini. Membaca buku “Budaya Dayak, Permasalahan dan Alternatifnya”, banyak permasalahan mendasar yang dialami masyarakat Dayak. Antara lain terjadinya penghapusan, pemelesetan, dan penyimpangan terhadap nilai budaya Dayak secara sistematis oleh masyarakat Dayak sendiri, serta masyarakat lain yang mempunyai kepentingan tertentu dengan Kalimantan. Nilai-nilai budaya Dayak juga telah termanipulasi demi kepentingan ekonomi dan politik praktis. Friksi internal antar pribadi, dan kelompok di kalangan masyarakat Dayak tak terhindari.

Maka, budaya yang berkembang liar dan mencari jalannya sendiri tidak boleh dibiarkan. “Tawuran dan benturan fisik terjadi ketika budi tidak lagi dikendalikan oleh daya, tetapi budi dikendalikan oleh emosi,” tulis Kusni Sulang.

Kusni Sulang dikenal sebagai budayawan nyentrik. Ia malang melintang dalam ragam kegiatan masyarakat Dayak. Tengoklah pikiran Kusni dalam buku BDPA. Menurut dia, saat ini keadaan kebudayaan Dayak dalam situasi gawat. Niscayanya organisasi-organisasi kebudayaan orang Dayak harus berbuat lebih aktif untuk menanggulangi keadaan. Tapi agaknya organisasi-organisasi kebudayaan Dayak justru banyak bergeser dari kebudayaan ke bidang politik praktis yang sarat kepentingan ekonomi. 

Kusni menawarkan agar orang Kalimantan memajukan gerakan kebudayaan hibrida untuk Dayak. Kusni cukup kuat mengalaskan pemikirannya dengan sokongan data-data terbaru. Budaya hibrida adalah salah satu pilihan di antara berbagai alternatif yang tumbuh di tengah masyarakat Kalimantan.

“Budaya hibrida tidak saling memakan, tidak bercirikan saling mencari menang, saling takluk menakluk, tapi saling memperkaya,” kata Kusni.

Kusni mengajak agar Dayak menjadikan diri sebagai “Dayak Bermutu”. Juga mengajak agar semua orang Dayak merenungkan eksistensi ke-Dayak-an dalam konteks masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tampakkan kepada dunia bahwa orang Dayak menghindari ada dendam, dan jika ada dendam di antara mereka segera dilakukan ritual memutuskan dendam.

Jika Dayak tidak lagi mempunyai penopang, ia mencemaskan apa yang dikatakan oleh Amartya Sen bisa padan untuk melukiskan prospek seram masa depan Dayak. “Kita pun akan terbawa ke prospek masa depan yang seram” sebagaimana digambarkan oleh Matthew Arnold dalam syairnya “Dower Beach”:

Dan di sini kita berdiri di atas dataran kelam
Terombang-ambing oleh kengerian pertarungan dan pergumulan
Kala bala tentara yang bebal bertempur pada malam buta

Apakah Dayak memang “bala tentara yang bebal” dan bukan lagi rengan tingang nyanak jata (anak enggang putera-puteri naga). (*)

Ucapan Selamat dari Mukmin



DENGAN bangga, Mukmin Faisyal menganggap kedua orang itu (Said dan Alung) sebagai orang yang santun kepada dirinya. Mukmin tidak akan memecat keduanya dari kepengurusan Golkar Kaltim yang dipimpinnya saat.

"Mereka (Said dan Alung, red) santun. Mereka lapor ke saya mau ke DPP Golkar di Pusat. Yang saya pecat dari kepengurusan itu, mereka sembunyi-sembunyi. Jadi untuk keduanya, saya ucapkan selamat, karena memang tugas mereka untuk mempersatukan semua potensi dan kekuatan Golkar di Kaltim," kata Mukmin, yang ditemui di sela acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kaltim di Convention Hall Kompleks Stadion Madya Sempaja Samarinda.

Mukmin makin sumringah, sebab PTUN Jakarta mengabulkan gugatan kubu ARB atas polemik internal Golkar, sehingga kepengurusan Golkar pun pun dikembalikan sesuai hasil Munas Riau 2010.

Sikap melunak dan tak meledak-meledak itu tentu jauh berbeda dengan ketika kisruh Golkar baru dimulai. Dulu ketika ditanyakan kepada Wagub Kaltim itu terkait beberapa kadernya yang menyeberang ke kubu Agung Laksono, Mukmin langsung dengan tegas mengatakan, dirinya akan langsung memecatnya dari kepengurusan. 

Terbukti untuk Adi dkk langsung dibuatkan SK baru, yang tak memuat Adi di kepengurusannya. "Pokoknya siapapun dia, tanpa padang bulu, ketika dia menyeberang mendukung sebelah (Agung Laksono, red), langsung kita pecat," kata Mukmin ketika itu.

Mantan ketua DPRD Kaltim periode lalu ini menerangkan, dirinya sangat mendukung penuh Said dan Alung karena mereka jelas mendapatkan tugas khusus. Berbeda dengan kubu sebelumnya -- Adi Dharma dkk yang terkesan ambisius, tidak memikirkan untuk mempersatukan Golkar yang sedang bertikai.

"Coba bayangkan saja kalau sembunyi-sembunyi, artinya kan tidak ada niat baik untuk mempersatukan dan memajukan Golkar ke depannya. Nah, berbeda dengan Said dan Alung, mereka sopan dan santun. Jadi sekali lagi saya dukung mereka. Sampai sekarang mereka pun sebelum resmi sebagai karteker, tetap dalam kepengurusan saya," ujarnya.

Lantas bagaimana dengan dirinya, apakah tetap solid ke ARB? Jawaban Mukmin tak berubah sejak dulu, yakni tepat komitmen mendukung ARB. Tetap menganggap Munas Bali yang kembali memilih ARB sebagai ketua umum DPP Golkar adalah Munas yang sah.

Pada prinsipnya, ditambahkannya, semua adalah kader Golkar, dan selama niatannya adalah untuk mempersatukan Golkar, maka harus didukung. "Kalau soal mau membesarkan Golkar, apapun dia, saya dukung. Cuma memang kalau saya tidak akan mengbah dukungan dari ARB," tandasnya. (hai/tim) 

Seteru Said vs Koi




KISRUH Partai Golkar makin panjang pasca Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengeluarkan putusan sela yang pro-Aburizal Bakrie (ARB), tak terkecuali kisruh Golkar di Kaltim. Awalnya Adi Dharma cs hampir dipastikan melenggang mulus mengkudeta kubu Mukmin Faisyal. Tapi justru Said Amin (Dewan Penasehat Golkar Kaltim Mukmin) dan H Syahrun alias H Alung (pengurus Golkar di bawah Mukmin) mendapatkan Surat Keputusan (SK) untuk tim karteker Golkar Kaltim. Patut disimak, siapa saja aktor di balik kisruh Golkar Kaltim.


MUKMIN Faisyal terlihat meradang usai mendapat kabar Menteri Hukum dan HAM mengesahkan Musyawarah Nasional (Munas) Ancol yang diketuai Agung Laksono sebagai Munas yang diakui pemerintah. Terlebih sang Wakil Gubernur (Wagub) Kaltim itu mendapatkan kabar dirinya telah dikudeta oleh Adi Dharma yang tak lain mantan ketua harian DPD I Golkar Kaltim.

"Dia (Adi Dharma, red) sudah saya pecat. Di SK pengurus DPD I Golkar Kaltim, nama dia bersama lima orang lainnya sudah tak ada lagi," kata Mukmin dengan tegas. 

Rumah Jabatan Wagub di Jalan Milono Samarinda pun kerap dijadikan markas untuk digelarnya rapat para pengurus teras DPD I Golkar Kaltim kepemimpinan Mukmin tersebut. Selain mempertegas komitmen dukungan terhadap ARB, rupanya diselipkan pula agenda bagaimana "merebut tongkat Adi" yang ketika itu baru mendapatkan memo dari Agung Laksono sebagai tim karteker. Supaya Golkar Mukmin Cs. di Kaltim tetap akan aman kendati pemerintah tak mengakui ARB. 

Pasalnya, jika Adi dkk yang akhirnya mendapatkan SK, maka pertanda kiamat bagi kubu Mukmin. Selain posisi Mukmin sendiri sebagai wagub akan terancam, juga 12 kader Golkar di DPRD Kaltim pun terancam untuk di-PAW. 

Strategi pun akhirnya disusun, disebut-sebut Mukmin dan Achmad Albert (Sekretaris Mukmin) mendapat tugas untuk tetap solid dan tak mengubah apapun komitmennya untuk tetap ARB, kendati akhirnya pemerintah tetap mengakui Agung Laksono. Sementara Said Amin bersama beberapa anak buah Mukmin lainnya bertugas melobi Agung Laksono melakui Yorrys Raweyai.

Mengapa Yorrys? Siapapun telah mengenal Said Amin adalah ketua MPW Pemuda Pancasila (PP) Kaltim, sementara Yorrys adalah pentolan PP Pusat. Tentu pintu ini memudahkan Said untuk menjadikan dirinya sebagai ketua harian karteker bersama Alung sekretarisnya di karteker DPD I Golkar Kaltim. 

Bertepatan digelar syukuran kubu Agung Laksono karena pemerintah mengesahkan kepengurusan DPP Golkar Pusat, hari itu juga Said Amin bersama beberapa anak buahnya bertolak ke Jakarta. Lobi pun dilakukan, sampai akhirnya Adi pun harus gigit jari karena memo terbaru yang dikeluarkan oleh Agung justru untuk Said Amin dan Alung. Adi dkk pun tersingkir.

Lantas bagaimana dengan Adi dkk? Banyak juga pertanyaan mengapa Adi ketika itu yang harus mendapat memo untuk menggantikan Mukmin. Sumber Gugat menyebut di belakang Adi sebenarnya tak lain adalah Khairuddin atau dikenal dengan Koi. Dengan segala jaringannya, ketua DPD KNPI Kaltim itu memainkan perannya melobi melalui pintu Priyo Budi Santoso (salah seorang orang terdekat Agung Laksono). 

Awalnya pilihan jatuh kepada Andi Sofyan Hasdam (mantan wali kota Bontang dua periode). Namun disebut-sebut Sofyan menolaknya. Akhirnya Adi Darma dipilih. Karena ketika itu selain masih menjabat ketua harian DPD Golkar Kaltim, juga punya kapasitas sebagai wali kota Bontang. 

Namun sayang, posisi Adi harus tersungkur di tengah jalan karena disalip Said Amin dan Haji Alung. Lobi Koi yang mengutus seorang kurir atau orang kepercayaannya untuk memuluskan Adi dkk mental di tangan Agung Laksono. Rupanya, meski Priyo orang terdekat Agung, namun Agung akan lebih percaya kepada Yorrys. Sebab sebut di Munas rekonsiliasi Golkar nantinya, Priyo akan maju bersaing dengan Agung memperebutkan kursi ketua umum DPP Golkar. Sementara Yorrys tidak.

Koi tampaknya belum menyerah meski akhirnya jago dia yakni Adi tersungkur. Memanfaatkan momen PTUN yang berpihak kepada ARB. SK Said dan Alung yang harusnya sudah ditandatangani Agung 1 April 2015 lalu, akhirnya tertunda sampai PTUN benar-benar mengeluarkan putusan yang bersifat tetap dan mengikat.

Momen itu kemudian dijadikan oleh Koi untuk kembali mengutak-atik kepengurusan tim karteker Said dan Alung. Informasi terbaru, beberapa orang Koi akan turut masuk dalam kepengurusan tim karteker tersebut. (selengapnya lihat grafis)

Dari perseteruan dua orang itu (Said dan Koi), patut disimak sebenarnya ini adalah rangkaian dari perseteruan keduanya yang dimulai dari pendongkelan Koi dari kursi ketua DPD KNPI Kaltim -- sampai saat ini seteru KNPI juga belum tuntas.

Said dengan benderanya, sementara Koi disebutkan punya jagoan Rita Widyasari (ketua DPD II Golkar sekaligus Bupati Kutai Kartanegara). Said dan Koi akan terus akan mengadu kekuatan sampai Musyawarah Daerah (Musda) Golkar Kaltim digelar karena disebut-sebut Said akan maju sebagai ketua definitif Golkar Kaltim. Satu-satunya yang bisa menyainginya hanyalah Rita.

Bahkan perseteruan kedua orang itu akan terus berlanjut hingga suksesi Gubernur Kaltim 2018. Sumber-sumber Gugat menyatakan, jika Said ketua DPD I Golkar Kaltim, maka itu menjadi langkah awal untuk memuluskan Mukmin Faisyal sebagai calon gubernur. 

Sementara Koi, tentu tetap dengan jagoannya yakni Rita. Usai Rita dijadikan ketua DPD I Golkar Kaltim, maka target selanjutnya adalah mengusai jalan ke Gajah Mada (kantor Gubernur Kaltim).

Untuk pendidikan politik, barangkali perseteruan Said dan Koi ini patut dijadikan pelajaran tersendiri. Namun untuk kelangsungan Partai Golkar ke depan, tentu perseteruan ini akan tampaknya akan memecah-belah partai, minimal pendukung dan simpatisan partai Beringin. (hai/tim)


Ketika Pemilukada di Depan Mata



Oleh: Ubayya Bengawan


DUA bulan lebih sudah Undang Undang No 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) disahkan oleh para wakil rakyat yang berada di Senayan. Praktis, pasca disahkan UU itu, maka tahun ini bisa disebut sebagai tahun politik. Sebab, salahsatu amanat dari UU itu memerintahkan pelaksanaan Pemilukada akan dilakukan serentak pada Desember tahun ini. Kota Bontang termasuk salahsatu dari 273 daerah di Indonesia yang dijadwalkan masuk tahap pertama Pemilukada serentak. 

Ada yang menarik dari UU Pemilukada yang baru. Misalnya soal peran Partai Politik pada Pemilukada nanti. Bisa dipastikan, Parpol dalam Pemilukada nanti akan menjadi sangat penting bagi para calon kandidat. Tak sekadar menjadi perahu, para kandidat yang akan bertarung memang wajib diusung oleh satu Parpol atau gabungan Parpol sebanyak 20 persen kursi di DPRD setempat atau 25 persen perolehan suara sah hasil pemilihan umum 2014 lalu. 

Selain melalui Parpol, sebenarnya para kandidat juga bisa lewat jalur lain. Yakni, lewat jalur independen. Tetapi itu dengan syarat. Ya, syarat yang harus dipenuhi calon kandidat adalah bisa memenuhi syarat 6,5 persen dukungan dari jumlah penduduk yang ada di daerahnya. 

Jelas jika melihat fenomena ini, sebagai elemen penting dalam pelaksanaan Pemilukada, Parpol lah yang tetap memiliki nilai tawar yang sangat tinggi. Termasuk di Bontang. Jika melihat peta kursi di DPRD Bontang, Partai Golkar boleh disebut partai yang cukup seksi. Bukan tanpa alasan, Partai berlambang Pohon Beringin ini dapat mengusung sendiri calon walikota dan wakil walikota tanpa harus berkoalisi.

Pasalnya, Partai yang identik dengan warna Kuning itu memiliki lima kursi di DPRD. Jumlah kursi yang memang diperbolehkan mengusung calon sendiri. Sebab, Golkar sudah mengantongi 20 persen dari 25 kursi di DPRD Bontang. Meski begitu, seksinya Golkar tidak membuat manisnya partai-partai lain luntur begitu saja. Misalnya saja seperti yang terjadi beberapa bulan ini. Label “laris manis” hal itu nampak jelas dari setiap kali Parpol membuka pendaftaran. 

Para kandidat langsung berbondong-bondong mendaftar. Nama, Adi Darma, Andi Harun, Darsono, dan Nasution misalnya. Keempat kandidat kuat calon wali kota Bontang ini berusaha saling merebut simpati Parpol. Itu terbukti, mereka mendaftar di seluruh Parpol yang membuka pendaftaran. Baik itu di PDIP, Demokrat, Nasdem, Golkar dan PAN. Selain keempat kandidat calon walikota Bontang periode 2016-2021, Ketua Gerindra Kalimantan Timur Ipong Muchlissoni, juga melirik Bontang. 

Hal itu ditandai dengan pengambilan formulir di PAN oleh tim mantan calon wakil gubernur Kaltim periode 2013-2018. Langkah para bakal calon walikota juga diikuti bakal calon wakil walikota yakni Ubayya Bengawan yang mendaftar di Demokrat dan Nasdem, serta Isro Umarghani dan Ma’ruf Effendi yang melamar di Demokrat dan Partai Amanat Nasional. Lalu Muhammad Helmi, Kadir Tappa, Basri Rase yang melamar di Golkar. Kemudian Ridwan melamar di Gerindra dan Etha Rimba P yang digadang-gadang Gerindra dan mendaftar di Golkar. 

Kepastian siapa kandidat yang bakal keluar sebagai pemenang dalam meraih simpati Parpol untuk jadi kendaraan politik menuju Bontang 1, sebutan untuk walikota dan Bontang 2, sebutan untuk wakil walikota, masih menarik untuk ditunggu. 

Sejumlah tim pemenangan dari masing-masing kandidat terus bermanuver agar mampu menaklukan petinggi dari sembilan Parpol yang memiliki kursi di DPRD Bontang. Bahkan juga Parpol yang tidak mendapatkan kursi pun jadi rebutan kandidat. 

Kendati laris manis, Parpol diharapkan tidak salah pilih. Sehingga, benar-benar mengusung calon pemimpin lokal yang kuat dan aspiratif. Pasalnya hampir 200 ribu jiwa rakyat Bontang mendambakan pemilukada kali ini memilih pemimpin yang memiliki komitmen yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat. (*Penulis adalah Wartawan Kaltim Post (2008), Ketua Komisi II DPRD Bontang)

Menguliti “Penyakit” Pemimpin



Oleh: Ajid Kurniawan


Ada pepatah yang mengatakan bahwa kalau ingin melihat watak seorang pemimpin, simaklah perilakunya bukan sewaktu ia menang namun sewaktu ia kalah. Dalam ajaran agama, keimanan seseorang juga terlihat manakala ia mendapatkan cobaan dan ujian, bukan hanya sewaktu ia mendapat nikmat dan kesenangan.

Situasi seperti ini juga berlaku dalam kompetisi politik, termasuk pemilu kepala daerah (Pemilukada). Setelah menjalani penjaringan di partai politik, kampanye panjang yang menguras dana, tenaga, dan emosi, semua pemimpin pasti akan merasa terpukul menerima kekalahan. 

Di sini ada dua kategori pemimpin. Ada pemimpin yang sakit hati, tidak bisa menerima kenyataan kalah, mencari kambing hitam, bahkan menyalahkan rakyat yang dianggapnya “salah memilih”. Ada juga pemimpin yang menerima kekalahan dengan ikhlas, sportif, dan mengambil pelajaran dari kekalahannya untuk masa depan. Bagi seorang politisi, menang dan kalah merupakan bagian dari pendidikan dan pendewasaan politik.

Delapan tahun meninggalkan Balikpapan karena ditugaskan ke Sampit (2006-2014), saya kurang mengetahui riak-riak politik yang terjadi pada dua Pemilukada Balikpapan (Pemilukada 2006 dan 2011). Beberapa figur yang mencuat pada Pemilukada Balikpapan 2015 juga belum saya kenal. Sebut saja Syukri Wahid, Rahmad Mas’ud, Suhartono, Ida Prahastuty, Hasbullah, Gatot Koco, Annisa Baraqbah, dan Sirajuddin Machmud. Sebagai “orang lama” yang kembali ke Balikpapan, saya belum begitu mengenal mereka. Kedikenalan mereka saya ketahui dari literasi media massa. Itu pun hanya beberapa saja dari mereka.

Akhir pekan lalu, saya berkesempatan berbincang dengan Syukri Wahid. Inilah pertemuan pertama saya dengan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut. Identitas dokter gigi yang politisi plus ustaz itu saya ketahui saat ia berdiri di Mimbar Jumat. Di Masjid Namirah, Balikpapan Baru, ia mengulas mengenai kepemimpinan islami dan menghubungkannya dalam konteks kekinian. 

Jika tema tentang kepemimpinan Islam kerap ia sampaikan saat berdakwah, itu karena bacaan mengenai Sirah Nabawiyah telah menjadi santapannya sejak muda. Aktivitas berdakwah alumnus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanudin, Makassar itu bahkan sudah dilakukannya semenjak berstatus mahasiswa. 

***
Semua sudah mengetahui bahwa Syukri Wahid mempunyai proyeksi pada pemilihan wali kota (Pilwali) Balikpapan 2015. Ini bukan kali pertama ia mencalonkan diri. Pada Pilwali Balikpapan 2011, ia yang berpasangan dengan Usman Chusaini harus mengakui kemenangan pasangan petahana Rizal Effendi-Heru Bambang. Kepada saya dan Sugito, Direktur Utama Balikpapan Televisi, ia mengaku menerima dan ikhlas atas kekalahannya. Ia mengambil hikmah serta belajar dari kekalahan itu.

Menyangkut kekalahannya pada Pilwali Balikpapan tahun 2011, ia telah melakukan evaluasi dan introspeksi diri. Seorang pemimpin memang harus tahu apakah ia masih ada waktu berkiprah atau sudah kedaluarsa. Tentu, pada Pilwali 2015 kali ini ia tak mau miscalculate atau salah hitung lagi. Ia percaya atas hasil survei, khususnya yang obyektif dan bebas dari pesanan siapapun. Kepuasan publik memang mengalami pasang surut, up and down. Bagi dia, survei merupakan alat ukur. Kalau hasilnya kurang baik, harus ditemukan sumber penyebabnya, untuk kemudian diperbaiki. 

Ia juga telah melakukan analisis SWOT untuk mengukur kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam menghadapi kontestasi politik. Satu hal yang ia catat adalah adanya pandangan bahwa dirinya “kurang dekat” dengan kalangan Nadlatul Ulama (NU). Penilaian akan hal tersebut sudah tentu ia bantah. 

Pada kesempatan berbeda, bersama tokoh masyarakat Banjar Fadjry Zamzam, saya sempat berdiskusi ringan bertemakan menguliti “penyakit” calon pemimpin daerah. Pengacara senior di Balikpapan tersebut menceritakan hal hangat yang sedang menjadi pembicaraan di kalangan bubuhan Banjar. Kami sepaham bahwa saat ini banyak orang yang concern dengan leadership style. Mungkin karena masyarakat kita mulai berubah menjadi tidak berjarak dengan pemimpin-pemimpinnya.

Sebagai bagian dari masyarakat Balikpapan, ia tak mau “mencelakakan” calon pemimpin terpilih. Karenanya, sandaran yang harus dijadikan pijakan dalam memilih haruslah pemimpin yang bersih dan berkompetensi. Sekarang inilah waktu yang tepat untuk menguliti “penyakit-penyakit” calon pemimpin Balikpapan. “Penyakit koruptif, amoral, bisnis ilegal, atau ijazah bermasalah para calon pemimpin perlu di-tracking,” kata dia.

Saatnya pula untuk menelisik motivasi atau hasrat berkuasa para kandidat Pilwali Balikpapan. David McClelland menyebutkan bahwa motivasi seseorang itu dibagi menjadi 3 yaitu: Motivasi Berprestasi (Achievement Motive), Motivasi Bersahabat (Affiliation Motive) dan Motivasi Berkuasa (Power Motive).

Motivasi bersahabat yaitu hasrat seseorang untuk menjalin hubungan baik dengan orang lain, sedangkan motivasi berkuasa yaitu hasrat seseorang untuk menguasai orang lain. Motivasi berprestasi adalah hasrat seseorang untuk berprestasi atau mencapai tujuan dengan mewujudkan visi-misinya. Motivasi berkuasa tidak cocok dijadikan prioritas pertama. Ini paling berbahaya, karena kalau ini menjadi prioritas pertama, maka pemimpin bisa menghalalkan segala cara untuk bisa berkuasa.

Motivasi bersahabat juga tidak cocok untuk dijadikan prioritas pertama. Mengapa? Seorang pemimpin akan lemah dan sangat sulit mewujudkan suatu program apabila tidak populis dan bisa menyakiti pihak lain. Kata sederhananya, kalau sudah terlalu dekat, ia akan susah untuk membuat keputusan yang bersinggungan dengan kedekatan. 

Kawan, kursi jabatan itu empuk. Kedudukan mentereng itu impian. Kekayaan melimpah itu dambaan. Pamor diri itu prestasi. Sedangkan kesempatan emas tidak datang dua kali. Menemukan sosok elite yang menjunjung tinggi moralitas dalam berpolitik bukan perkara mudah. Diperlukan banyak referensi sebelum menentukan pilihan. (*)
Bekal Kompetensi SDM Security

Bekal Kompetensi SDM Security





Satuan Pengamanan (Satpam) atau security adalah mitra kerja kepolisian dalam menciptakan iklim kondusif yang aman dan nyaman. Karena itulah, personel security  harus dibekali dengan pengetahuan pengamanan yang baik. Jika tidak, maka penyalahgunaan pengamanan akan sangat rentan terjadi.

Dalam beberapa puluh tahun terakhir, kebutuhan akan tenaga Security di Kalimantan Timur mengalami peningkatan yang sangat signifikan, terutama di sektor pertambangan, minyak, batu bara dan gas serta sektor perkebunan. Peran serta dan keberadaan tenaga satuan pengamanan atau Satpam yang berada di berbagai perusahaan, menjadi sangat vital dalam tugas menjaga ketertiban dan keamanan, terutama di lingkungan kerja perusahaan di mana mereka ditempatkan.

Sebagai perpanjangan tangan kepolisian untuk melaksanakan tugas, peran dan fungsi kepolisian terbatas, tenaga pengamanan (Security) mengemban tugas yang cukup berat, apalagi ketika menghadapi kondisi sosial yang sangat rawan. Karena disinilah profesionalisme seorang tenaga pengamanan akan diuji, yaitu ketika menghadapi persoalan-persoalan rumit di lapangan.

Berdasarkan data dari Ditbinmas Polda Kaltim,  personel tenaga pengamanan di Kalimantan Timur saat ini berjumlah sekitar 15 ribu orang lebih. Mereka tersebar di berbagai sektor, baik pertambangan, minyak dan gas, batu bara, serta sektor perkebunan, fabrikasi, perumahan, perbankan dll. Sementara personel yang telah memiliki sertifikat Gada Pertama baru sekitar 5 ribu orang lebih. 

Itu berarti ada sekitar 10 ribu personel masih belum memenuhi standard kompetensi sebagai seorang tenaga satuan pengamanan. Oleh karena itu, sebagai Badan Usaha Jasa Pengamanan yang telah memiliki Izin Kapolri sebagai Perusahaan Penyediaan dan Pelatihan Tenaga Pengamanan, PT. Mandau Pusaka Nansarunai bertekad agar di Kalimantan Timur, minimal 500 orang per tahun diharapkan dapat mengikuti Pelatihan Dasar Gada Pratama. 

“Hal ini kami lakukan sebagai wujud dan komitmen serta tanggung jawab kami terhadap peningkatan kualitas SDM personel security. Kami bekerjasama dengan Ditbinmas Polda Kaltim, secara rutin membuka Pelatihan Dasar Gada Pratama di Kaltim dan Kaltara,” kata  Direktur Utama PT Mandau Pusaka Nansarunai  DR. Abriantinus, M.A.

Abri, sapaan akrab Abriantinus menambahkan, saat ini PT. Mandau Pusaka Nansarunai juga telah membuka kantor cabang di Kota Palangka Raya, dan di Tamiang Layang (Kabupaten Barito Timur) Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam waktu dekat juga akan membuka Pelatihan Dasar Satpam Gada Pratama.

Direktur Pembinaan Masyarakat Polda Kalimantan Timur, Kombes Pol. Drs. Edrward Tamboto mengatakan, bahwa semua satpam atau security yang bekerja di mana pun, diimbau untuk mengikuti pelatihan dasar. Hal ini bertujuan agar para security sudah mahir mengatasi masalah-masalah, apabila ada suatu kejadian yang tidak diinginkan di perusahaan tempat mereka bekerja. 

Lebih lanjut Edward menambahkan, bagi tenaga satpam, baik yang bekerja di perkantoran maupun lokasi proyek, bagi yang belum mengikuti pelatihan dasar, hendaknya jangan sembarangan mengenakan seragam security. Sebab yang diperkenankan menggunakan seragam security, adalah mereka yang sudah memiliki Kartu Tanda Anggota. Dan KTA ini baru bisa didapat, setelah dinyatakan lulus pendidikan dasar satpam. “Apabila ada razia dari pihak kepolisian, dan ditemukan adanya seorang Satpam mengenakan seragam Satpam, namun tidak memiliki KTA, maka pihak kepolisian tidak segan-segan untuk menindaknya. Intinya semua Security wajib memiliki Kartu Tanda Anggota,” tegasnya. 

Menurut Edward, pada atribut seragam security  terdapat lambang Polda Kalimantan Timur di salah satu sisi lengan seragam security.  Tentu ini bukan hanya sekedar lambang biasa. Melainkan lambang kebesaran Kepolisian di wilayah hukum Provinsi Kalimantan Timur. Abri menjelaskan, selama menggeluti usaha ini lebih dari 5 tahun sejak berdiri tahun 2009 lalu, PT. MPN yang telah mengantongi Izin Kapolri dan juga Anggota Asosiasi Badan Usaha Jasa Pengamanan Indonesia (ABUJAPI) serta Anggota Asosiasi Profesi Security Indonesia (APSI) telah meluluskan ratusan siswa.

Saat ini PT. MPN telah membuka kembali pendaftaran untuk pelaksanaan Pelatihan Dasar Satpam Gada Pratama yang akan dilaksanakan pada tanggal 24 April 2015. Bagi Perusahaan pengguna security yang akan mengikutsertakan personelnya maupun perorangan yang berminat, silahkan menghubungi kantor Pusat PT. MPN di Jl. MT Haryono (Ring Road)  No. 111 RT. 8 Kel. Gunung Samarinda Baru, Balikpapan. Telp. 08875301043 Fax. 0542-8830102 HP. 081349581782 (Fani) 081250582192 (Ribka). (advertorial)




Back To Top