RENCANA Kementerian Dalam
Negeri(Kemendagri) menaikkan gaji ataupun tunjangan kepala daerah mendapat
kecaman dari Direktur LSM Kelompok Kerja (Pokja) 30 Kaltim Carolus Tuah.
Menurutnya, hal itu sama saja
kembali memberikan kemewahan kepada kepala daerah bersangkutan. Sebab sudah
diketahui bersama, kepala daerah sudah berlimpah kemewahan, mulai dari gaji
pokok, tunjangan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan honor-honor lainnya.
"Ya kalau dinaikkan. Ya
semakin menambah kekayaan mereka (kepala daerah, red). Sementara jauh di
pedalaman dan perbatasan sana masih banyak masyarakat yang hidup di bawah garis
kemiskinan," kata Tuah.
Khusus untuk Kaltim sendiri,
lanjutnya, mulai gubernur, bupati dan wali kota, jikapun ada kenaikan
sebenarnya tidak memberikan pengaruh apapun terhadap kinerja mereka. Malah
justru nantinya akan semakin membaut mereka hidup hedonis.
"Sekarang lihat saja di
Kaltim ini. Gubernurnya saja setiap tahun ‘kan sudah mendapatkan upah pungut
yang nilainya miliaran rupiah dari PAD-nya. Jadi sebenarnya kalau pun naik,
untuk apa? Untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa jabatan gubernur,
bupati dan wali kota itu benar-benar menjadikan orang kaya raya. Apakah itu
yang dimau Kemendagri? Kalau itu, ya berarti benar-benar keterlaluan,"
ujarnya.
Terkecuali ditambahkannya, kepala
daerah di Kaltim bersikap seperti Ahok (Gubernur DKI Jakarta, red) yang selalu
membeber ke publik apapun yang didapatkannya dari uang pemerintah. Jika itu
menjadi titik tekan Kemendagri dengan rencana kenaikan gaji atau tunjangan,
maka itu akan sangat didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia.
"Coba lihat Pak Ahok, itu
kan dibebernya di website. Masyarakat bisa melihat langsung berapa yang
diterima seorang Gubernur DKI. Nah kepala daerah di Kaltim mau tidak seperti
itu? Kalau mau, ya silahkan saja naikkan," tandasnya.
Koordinator
Advokasi dan Investigasi Seknas FITRA, Uchok Sky Khadafi menolak dengan tegas
jika gaji kepala daerah, bupati atau wali kota dinaikkan. Pasalnya, jika gaji
bupati naik maka berimbas pada PAD daerah yang dipimpinnya.
Menurut
Uchok, seandainya gaji kepala daerah naik, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD)
akan tergerus atas kenaikan gaji kepala daerah tersebut. Sebab, dengan kenaikan
gaji ini, maka gaji anggota dewan atau DPRD juga akan otomatis naik. “Gaji DPRD
tergantung atau mengikuti gaji kepala daerah,” jelasnya.
Ia menambahkan jika gaji kepala daerah atau bupati naik dan kemudian gaji anggota dewan juga naik maka akan mengganggu dan membebani APBD. Menurutnya, walaupun gaji pokok yang diterima bupati kecil yakni sebesar Rp 2,1 juta per bulan, tetapi pendapatan lainnya yang berupa tunjangan dan operasional amatlah besar. Selain itu, masing masing kepala daerah juga mendapatkan fasilitas rumah dinas. Bahkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2000, kepala daerah juga mendapatkan tunjangan sejumlah biaya.
Ia menambahkan jika gaji kepala daerah atau bupati naik dan kemudian gaji anggota dewan juga naik maka akan mengganggu dan membebani APBD. Menurutnya, walaupun gaji pokok yang diterima bupati kecil yakni sebesar Rp 2,1 juta per bulan, tetapi pendapatan lainnya yang berupa tunjangan dan operasional amatlah besar. Selain itu, masing masing kepala daerah juga mendapatkan fasilitas rumah dinas. Bahkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2000, kepala daerah juga mendapatkan tunjangan sejumlah biaya.
Para
kepala daerah, bupati dan wali kota juga masih memiliki pendapatan lain di luar
gaji dalam setiap bulannya. Bupati berhak mendapat insentif pajak yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Insentif
pajak bagi kepala daerah diberikan memperhitungkan kinerja dalam menggenjot
penerimaan negara dan daerah, khususnya dari sektor pajak. (Muhammad Khaidir)
0 Komentar untuk " Tunjangan Naik untuk Apa?"