Membahas persoalan korupsi, tak pernah ada habisnya.
Meski anatominya terbilang mudah diprediksi: monopoli kekuasaan, adanya
kewenangan atau diskresi, dan akuntabilitas. Namun mengungkap sebuah kasus korupsi
tak semudah yang dibayangkan. Semakin ditelisik justru makin asyik. Begitupun potensi
korupsi yang timbul atas dampak dari kebijakan kepala daerah.
Selama ini, kasus hukum yang menyangkut kepala daerah di
Kaltim mulai marak. Gebrakan besar untuk menjerat kepala daerah baru
ditunjukkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Constantein Ansanay, komandan
Korps Adhyaksa di Kota Tepian pun mengakui jika potensi korupsi berdasarkan
kewenangan kepala daerah perlu pemahaman khusus untuk mengungkapnya.
“Untuk menguak keterlibatan seorang kepala daerah jelas
perlu penanganan khusus. Acuannya pun perlu deteksi dini dalam mengurainya,”
jelasnya kepada Tim Gugat.
Melirik potensi korupsi yang menjerat kepala daerah,
memang tergolong mudah. “Cukup melihat dari kekayaan kepala daerah. Tapi itu
baru permulaannya, membuktikan jika kekayaannya dari hasil yang tak sesuai, itu
yang sulit untuk menguaknya. Makanya perlu deteksi dini yang cukup komperehensif
untuk menguaknya,” paparnya.
Korupsi pun dapat dikatakan tak beranak pinak. Alur
korupsi hanya memutar di sekitar lingkaran pelaku. “Korupsi itu sempit. Dari korupsi,
lahir pencucian uang, suap atau gratifikasi. Hanya di situ-situ saja alurnya,”
terang mantan Asdatun Kejati Papua.
Kewenangan pun jelas melekat pada diri seorang pejabat
atau kepala daerah. Karena korupsi tak pernah keluar dari jalur pemerintahan.
Selalu berbau APBD atau APBN. Korelasi sederhananya, antara kewenangan dan
kerugian negara. Sehingga membaca instrumen pelaku korupsi yang didasarkan
kewenangan tak berbelit-belit.
Tak hanya di situ, meski seorang pejabat yang berwenang
menjalankan kewenangannya sesuai dengan aturan bukan berarti lepas dari jeratan
korupsi. “Jika ternyata ada orang lain atau korporasi yang nakal, maka pejabat
berwenang pun masih masuk dalam lingkaran sesat ini. Mengapa demikian? Karena
kebijakannya lah timbul perbuatan memperkaya orang lain atau korporasi. UU-nya
jelas pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” paparnya.
“Meski korupsi itu berbicara adil, sebagian pihak pasti
merasa hal seperti ini bukan keadilan. Tapi itulah hukum, perlu kacamata khusus
melihatnya,” lanjutnya.
Celetukan pun terucap dari mulut Constantein ketika
membaca Tabloid Gugat. “Masak kekayaan kepala daerah di Kaltim hanya berkutat
di angka 1 atau 2 miliar, bukan kah Kaltim ini provinsi yang terbilang kaya,”
ucapnya kepada awak media ini.
Jumlah kekayaan Bupati Kutai Timur (Kutim) Isran Noor misalnya,
menarik perhatian Constantein. “Kekayaan Isran Noor sekitar Rp 1 miliar. Saya
baca di media jika Isran punya pesawat. Kok kecil ya,” herannya.
Soal timbulnya asumsi seperti ini, Constantein menegaskan
jika asas praduga mungkin bisa dilontarkan siapa saja. “Namun, untuk
mengaitkannya dengan hukum dibutuhkan analisis hukum yang lebih spesifik,”
katanya. (Robayu, Samarinda)
0 Komentar untuk "Kekayaan Kepala Daerah Kaltim Mencurigakan"