SIDANG kasus lanjutan
penjualan saham PT PT Kutai Timur Energi (KTE) kembali digulirkan
beberapa hari lalu. Sama dengan pekan lalu, terdakwa kasus itu Mujiono – mantan
Ketua DPRD Kaltim kembali menghadiri sidang tersebut. Kali ini, nama Bahrid
Buseng – mantan Anggota DPRD Kutim periode 2004-2009 dihadirkan menjadi saksi
dalam persidangan tersebut.
Dalam perjalanan sidang itu, Ketua Majelis I Gede Suarsana didampingi ad hoc Poster Sitorus dan Abdul Gani
kembali menyinggung pertanyaan kepada Bahrid mengenai kemana hasil penjualan
saham Pemkab Kutim yang dilakukan PT KTE. “Apakah saudara tahu ke mana hasil
penjualan saham,” tanya Hakim.
Menanggapi pertanyaan dari Hakim, Bahrid tidak banyak memberikan
informasi. Dirinya hanya mengakui jika memang ada presentasi rencana penjualan
saham yang dilakukan oleh Bupati Kutim saat itu Awang Faroek Ishak. Ia juga
menegaskan jika DPRD Kutim sempat membuat Pansus untuk menindaklanjuti hasil
penjualan saham PT KTE. “Saya tidak tahu, apakah ada laporan dari pansus
mengenai hasil penjualan saham KTE atau tidak. Yang jelas, Pansus memang
dibentuk tetapi tidak selesai pengerjaannya,” jelasnya.
Sementara itu, saat ditemui seusai sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU)
dalam kasus ini Sofyan Latoriri mengaku jika pihaknya menunggu kehadiran
Mahyudin untuk menjadi saksi. Apalagi kata dia, pihaknya sudah melayangkan
surat panggilan kepada Mahyudin sebanyak 2 kali untuk bisa hadir dalam
persidangan untuk memberikan kesaksian. “Pak Mahyudin tidak datang lagi.
Padahal kami sudah mengirimkan surat sebanyak 2 kali. Tapi ini tidak datang
lagi,” jelasnya.
Selain nama Mahyudin, Sofyan juga mengaku pihaknya akan memanggil
beberapa saksi lainnya. Nama Awang Faroek Ishak pun kata dia bisa saja
dipanggil dalam persidangan lanjutan. “Kalau diperlukan bisa saja pak Awang
dipanggil. Tetapi memang saat ini didalam berkas nama Pak Awang tidak ada,”
pungkasnya.
Seperti diketahui, surat dakwaan yang diterima Gugat dari Kejaksaan
Tinggi (Kejati) memberikan beberapa keterangan. Dalam surat dakwaan Premair
yang memiliki nomer registrasi PDS-07/SGT/02/2014 kembali mencuatkan nama
Mahyudin dan Awang Faroek Ishak dalam kasus ini.
Anggota DPR asal politisi Golkar yang tak lain juga merupakan mantan
Bupati Kutim itu disebut-sebut dalam surat dakwaan memiliki peranan penting
dalam kasus ini.
Masih dalam surat itu, cerita bermula saat itu berdasarkan perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) kesepakatan pemerintah dan PT
Kaltim Prima Coal dalam bentuk perjanjian, Pemkab Kutim memperoleh hak eksklusif
membeli saham PT KPC sebesar 18,6 persen.
Persoalan pun muncul. Dalih Pemkab Kutim tidak memiliki uang untuk
membeli saham PT KPC sebesar 18 persen atau setara dengan 55.800 lembar saham
tanpa persetujuan DPRD Kutim dan tanpa kompensasi mencuat.
Mujiono yang kala itu bersama Abdal Nanang, Anung, Adiman Malik,
Bahrid Buseng, Alek Rohmanu dan Mahyudin disebut-sebut telah membuat
kesepakatan pengalihan hak membeli saham serta pemberian kuasa penuh dari
Pemkab Kutim kepada PT KTE.
Kesepakatan ini tercatat dibuat di Kantor PT Bumi Resource, Jakarta
Selatan. Dalam perjanjian itu, sebenarnya PT KTE hanya diberikan beberapa
kewenangan. Pertama, PT KTE hanya menerima pengalihan hak atas pembelian saham
18 persen tersebut dari Pemkab Kutim. Baru setelah itu, PT KTE juga diberikan
kewenangan penuh oleh Pemkab Kutim untuk melakukan negosiasi, perundingan,
serta perundingan yang lainnya.
Sejak adanya perjanjian itulah, seluruh penguasaan dan pengelolaan hal
membeli saham 18,6 persen serta pembayaran advance deviden tidak lagi
dibayarkan melalui Pemkab Kutim. Tetapi melalui PT KTE. Peralihan inilah yang membuat PT KPC juga melakukan pembayaran advance deviden langsung ke PT KTE.
Dalam catatan itu, PT KPC telah tiga kali melakukan pembayaran advance
deviden ke PT KTE. Pembayaran pertama yakni dilakukan pada tanggal 7 Desember
2004 dengan nominal sebesar Rp 150 juta. Setelah itu, PT KPC kembali membayar
pada 26 Agustus 2005 dengan nominal Rp 1 miliar. Yang terakhir yakni pada 18
Desember 2007 silam dengan nominal USD 2,25 juta.
PT KTE yang telah menggantikan kedudukan Pemkab Kutim sebagi pihak
pembeli rupanya tidak memiliki uang sama sekali. Dari sinilah, akhirnya PT KTE
melepas hak atas pembelian saham sebesar 13,6 persen atau setara dengan 40,800
lembar kepada PT Bumi Resource dengan kompensasi mendapatkan kepemilikan saham
PT KPC sebesar 5 persen atau setara dengan 15.000 lembar saham.
Tetapi, dalam realisasinya ternyata PT KTE tidak mengatasnamakan
Pemkab Kutim dalam menerima saham sebesar 5 persen itu dari PT KPC. Melainkan
atas nama PT KTE sendiri. Pun dengan deviden yang harusnya diterima Pemkab
Kutim tidak diberikan sepenuhnya.
Atas kejadian ini, Mujiono dianggap tidak melakukan pencegahan kepada
Anung dan Apidian selaku direksi yang sama sekali tidak berniat mengembalikan
saham 5 persen itu kepada Pemkab Kutim. Padahal, Mujiono merupakan komisaris PT
KTE yang memiliki wewenang untuk mencegah hal itu. (ali akbar, ismet rifani)
0 Komentar untuk "Tutup Mulut Penjualan Saham KPC"