Pemilu Legislatif (Pileg) memang telah selesai. Bersamaan itu
semua sengketanya pun dianggap telah usai. Namun dugaan pelanggaran kode etik
sebagai penyelenggara pemilu yang ditujukan kepada anggota KPU Kaltim
Rudiansyah tetap berlanjut.
Rudi diduga menjadi aktor intelektual atas kasus penggelembungan
suara Pileg 2014 di Kutai Timur (Kutim). Kasus ini sudah memakan korban dengan
dipecatnya anggota KPU Kutim Hasbullah.
Kelanjutan kasus Rudi itu disampaikan anggota Tim Pemeriksa
Daerah (TPD) Kaltim Elviani NH Gaffar. TPD adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP) yang berkedudukan di daerah. Sebagai kepanjangan tangan DKPP, TPD
diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap kasus-kasus yang
mendera penyelenggara pemilu di daerah.
"Saya belum melihat jadwal pastinya. Tapi kalau perkiraannya
memang ada jadwal untuk kita memeriksa Rudiansyah. Kami TPD ini ‘kan hanya
menunggu jadwal dari DKPP Pusat. Ketika jadwal itu ada, ya kita periksa. Tapi
kalau dilihat kasusnya, memang Rudi akan termasuk harus diperiksa," kata
Elvi, kemarin.
Menurutnya, berdasarkan aturan, jika tuduhan atas Rudi terbukti
maka Rudi dinyatakan telah melakukan pelanggaran kode etik sebagai
penyelenggara. Ketika melanggar, maka tentu sanksi yang dijatuhkan adalah
pemecatan dari kenggotaannya di KPU Kaltim.
"Jadi memang DKPP atau kami TPD ini ‘kan pemeriksaannya
hanya sampai kepada pelanggaran kode etik atau tidak. Ketika melanggar, sanksi
yang diberikan hanyalah pemecatan. Untuk yang lainnya, terutama pelanggaran
pidananya itu tetap aparat kepolisian atau instansi hukum yang berwenang
lainnya," ujarnya.
Lantas bagaimana dengan kasus anggota KPU Kaltim lainnya yakni
Mohammad Taufik? Yang satu ini ternyata belum mendapatkan izin dari Rektor
Universitas Mulawarman (Unmul), sehingga Taufik sampai saat ini masih menerima
gaji dobel sebagai anggota KPU dan staf pengajar di Unmul. Dikatakan Elvi,
hingga saat ini TPD belum menerima laporan apapun terkait kasus Taufik.
"Nah kalau soal Taufik, itu tidak ada yang sampai ke kami.
Barangkali juga tidak termasuk dalam ranah DKPP atau pelanggaran kode etik.
Kami pikir itu pidana, karena terima gaji dobel. Jadi kami TPD tidak bisa
memberikan komentar apapun soal Taufik," ujarnya.
Untuk diketahui, untuk kasus Rudiansyah, dia dituding sebagai
aktor intelektual dari dugaan manipulasi Pileg di Kutim. Beberapa nama calon
legislatif Caleg disebutkan terlibat di dalamnya, seperti Zaenal Haq, Marsidik
dan lainnya. Disebut aktor intelektual, karena Rudi diduga menyetujui penyuapan
antara caleg-caleg itu dengan Hasbullah senilai Rp 55 juta.
Sementara untuk kasus Taufik, Rektor Unmul Zamruddin Hasid
mengungkap dirinya tidak pernah membubuhkan tandatangan persetujuan Taufik
berpindah tugas atau melamar menjadi anggota KPU. Padahal Taufik, berdasarkan
aturan kepegawaian salah satunya UU No 05/2014 terkait Aparatur Sipil Negara
(ASN) menyebutkan, harus mendapakan izin atasan terlebih dahulu sebelum
berkiprah di lembaga lain.
Taufik memang pernah datang untuk mengurus izin itu sebelum
resmi menjadi anggota KPUD Kaltim. Namun dari surat permohonan izinnya, kelengkapan
administrasinya tidak lengkap, terutama Taufik menggunakan kertas surat yang
tidak berlogokan Unmul dalam hal ini Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
(Fisipol), tempat dia menjadi Dosen. Karena belum mendapat izin itu, Taufik
selama empat bulan ini menerima gaji dobel, baik dirinya sebagai anggota KPU maupun
sebagai PNS di Unmul. KHAIDIR,SAMARINDA
0 Komentar untuk "Manipulasi Suara Caleg Kutim, Kasus Rudiansyah Berlanjut"