-->

Menggugat Ketidakadilan

Ke Mana Aliran Uang Tambang Anas di Kutim?

Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan terdakwa Anas Urbaningrum kepada Bupati Kutai Timur (Kutim) Isran Noor kini mengemuka di Kaltim. Tak tanggung-tanggung nilainya mencapai Rp 3 miliar, yang dibayarkan Anas kepada Isran untuk pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik Anas atas nama perusahaan PT Arina Kotajaya. Apakah perusahaan itu benar milik Anas? Memang sebesar itukah uang yang dibutuhkan untuk mengurus IUP?

DARI data yang diperoleh di Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kutim, tak tercantum sama sekali nama Anas Urbaningrum di lembaran Surat Keputusan (SK) Bupati Kutim yang diterbitkan Maret 2010. Ini berbanding lurus dengan pengakuan Isran sendiri sewaktu di sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) beberapa waktu lalu, bahwa perusahaan PT Arina Kotajaya itu memang benar di wilayah kekuasaannya, tepatnya di Kecamatan Bengalon dan Kongbeng.

Disebutkan, dua nama pemilik PT Arina itu yakni Syarifah dan Nur Faoziah. Masing-masing memiliki saham 50 persen dengan nilai Rp 40 miliar. Dengan menempati lahan seluas 10 ribu hektare, kini tahapan izinnya masih eksplorasi dan kemudian diberikan waktu selama tujuh tahun sejak 2010, untuk melakukan penyelidikan umum selama dua tahun, eksplorasi 3 tahun, dan studi kelayakan 2 tahun.

Kepada Tim Gugat, Kepala Bidang (Kabid) Pertambangan Rachmayanti, Subianto menuturkan, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang pernah datang ke Distamben Kutim dan meminta sejumlah data.

Bahwa kemudian itu sebagai bukti di persidangan kasus Anas Urbaningrum, pihaknya tidak mengetahui hal tersebut.
"Nah jadi kalau ada pertanyaan Rp 3 miliar, itu kami tidak tahu menahu. Kami hanya bisa memperlihatkan data-datanya. Silakan hal itu kalau menanyakannya ke Kadistamben atau karena ada nama bupati, langsung ke Pak Isran (Bupati Kutim, Red)," kata Subianto.

Ditanyakan apakah memang dalam mengurus IUP hingga tahapan eksplorasi itu membutuhkan uang hingga Rp 3 miliar. Baik Subianto maupun Rachmayanti kembali mengelak menjawab dan mengatakan, itu bukan kewenangan mereka untuk memberikan jawaban.

"Pokoknya kalau soal-soal begituan bukan kewenangan kami yang menjawab. Jujur saja nama Anas memiliki tambang di Kutim ini dan kemudian uang sampai Rp 3 miliar, itu kami baru mendengarnya, setelah kasus Anas itu terungkap. Kami diperiksa KPK dulu saja, kami tidak tahu kalau itu urusannya ke Anas," tambahnya.

Terkait situasi tambangnya, ditambahkan Rachmayanti, karena masih pada tahapan eksplorasi, maka tidak ada aktivitas apapun di lapangan. Itu belum lagi berdasarkan petanya, wilayah konsesinya menabrak Hutan Produksi, yang mengharuskan mendapat izin dari Menteri Kehutanan (Menhut).

"Jadi kalau mau lihat kondisinya di lapangan, ya masih hutan belantara. Tidak ada aktivitas apapun, terkecuali kalau sudah tahapan eksploitasi," terangnya.

Untuk saat ini, tambang di Kutim berjumlah 147 IUP, 16 izin bebatuan dan 3 izin logam. Khusus IUP batu bara, tahapan eksplorasi berjumlah 122 dan yang berproduksi hanya sebanyak 25 IUP.

"Khusus untuk PT Arina Kotajaya itu, karena kini menjadi barang bukti KPK, maka kegiatannya sudah diblokir atau dalam artian kita nonaktifkan," tambahnya.

Bupati Kutim Isran Noor belum bisa dihubungi. Disambangi ke kantornya, didapat informasi Isran sedang ibadah umrah bersama isterinya. Dihubungi via telepon selularnya, dalam keadaan aktif, namun tidak mengangkat. Begitupula ketika di-SMS untuk meminta tanggapannya terkait tudingan TPPU Anas terhadap dirinya, tak mendapatkan balasan apapun.

Sementara Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengatakan, dari alur pengurusan IUP dan bahkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), pihak pengusaha tambang tak perlu mengeluarkan uang sampai Rp 3 miliar. Jikapun hal itu ada, maka sudah jelas diduga adalah bentuk perjanjian lain dari jalur yang telah ditentukan.

"Kami yakin, tidak akan sampai Rp 3 miliar untuk mengurus IUP. Jika memang benar ada uang sebesar itu, maka diduga bentuk pengurusannya di bawah tangan. Ya seperti dari fakta persidangan Anas itu, kalau mengurusnya langsung ke bupatinya, dan semua tinggal beres," ujarnya.

Bagaimana jika ternyata dari data itu tidak tercantum nama Anas di dalamnya. Merah menyebutkan, itu sudah biasa terjadi di mana pun dan oleh pejabat manapun, sebagai bentuk pengaburan nama di publik.

"Kalau saya jadi Anas, saya pun tidak mungkinlah ada nama saya di tambang itu. Intinya modus-modus seperti itu sudah biasa terjadi. Artinya modusnya, bisa menyuruh teman, sahabat, keluarga, anak ataupun istrinya menjadi pemilik tambangnya. Kita sama-sama berharap saja, bahwa KPK benar-benar bisa menegakkan hukum di negeri ini. Nah tinggal kasih uang Rp 3 miliar, karena dia pimpinan dari bupati itu (kala Anas masih jadi Ketum di Partai Demokrat, Red), ya dia kan tinggal terima beresnya saja," tambahnya.

Untuk diketahui, dugaan TPPU senilai Rp 3 miliar oleh Permai Grup untuk pengurusan IUP atas nama PT Arina Kotajaya seluas 10.000 hektare di Kecamantan Bengalon dan Kecamatan Kongbeng Kutim terungkap dalam dakwaan jaksa atas terdakwa Anas Urbaningrum dalam sidang Tipikor Jakarta, belum lama ini.

Dugaan itu berawal dari pertemuan antara Anas, Bupati Kutim Isran Noor, Khalilur R Abdullah Sahlawiy alias Lilur, Mohammad Nazaruddin dan Gunawan Wayhu Budiarto untuk membicarakan pengurusan IUP PT Arina Kotajaya di Hotel Sultan, Jakarta tahun 2010.

Dalam dakwaannya, Nazaruddin kemudian memerintahkan Wakil Direktur Keuangan Permai Group, Yulianis, menerbitkan tiga lembar cek untuk keperluan pengurusan IUP yang nilai totalnya Rp 3 miliar melalui Lilur.

Satu lembar cek Bank Mandiri Nomor ER 582701 Rp2 miliar, satu lembar cek Bank Mandiri Nomor ER 582705 senilai Rp500 juta atas nama PT Berkah Alam Melimpah, serta satu lembar cek Bank Mandiri Nomor ER 58270 senilai Rp500 juta.


Atas perbuatan dugaan TPPU, Anas disangkakan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo pasal 65 ayat (1) KUHP dan pasal 3 ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 tahun 2003 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 tahun 2002 tentang TPPU. Ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. (Muhammad Khaidir, Sabir Ibrahim, Ali Akbar, Ismet Rifani)
0 Komentar untuk "Ke Mana Aliran Uang Tambang Anas di Kutim?"

Back To Top