-->

Menggugat Ketidakadilan

Benteng “Beriman” Balikpapan Telah Ambruk

Ada yang bilang, pembiakan maksiat itu mengikuti pertumbuhan kota. Makin maju geliat kota, makin subur pula aktivitas maksiatnya. Jenisnya pun beragam. Dan tampaknya Balikpapan mengikuti pola itu. Coba putar mundur sejenak memori kita tentang Balikpapan 1,5 dekade lampau. Lalu fokuskan lagi pada hiruk-pikuk dunia malamnya. Bagi yang sudah dewasa, atau minimal remaja, tentu punya rekaman serupa. Kala itu, di pengujung 90-an, kondisinya belum segemerlap sekarang. Tampilan wajah kota tergolong sopan. Maklum, masyarakatnya masih memaknai slogan Kota Beriman dalam konteks sebenarnya. Tapi coba tengok sekarang, perubahannya begitu drastis. Pada edisi sebelumnya, Gugat sudah mengulik, betapa kemaksiatan merajalela dan tersaji jelas di depan mata. Mau minuman beralkohol, layanan prostitusi kelas atas, narkoba, semua mudah didapat. Yang tak kalah menarik, dan banyak diminati para pria, adalah pijat "kocok". Ini merupakan servis ekstra di pusat-pusat kebugaran tertentu. Selain badan, terapist juga "merelaksasi" organ vital. Namanya juga ekstra, untuk merasakan layanan ini tentu tarif yang dikeluarkan juga ekstra. Bahkan di beberapa tempat karaoke dewasa, fungsinya telah bersalin. Bukan sekadar tempat nyanyi sambil menenggak minuman keras, tak jarang antara tamu dan ladies yang menemani, leluasa melakukan making love. Bisa di sofa atau di kamar mandi. Dan praktik seperti ini sudah lazim. Banyak yang beranggapan, menjamurnya kemaksiatan di Kota Beriman selinier dengan pertumbuhan ekonomi yang melesat pesat. Apalagi status Balikpapan sebagai daerah terbuka, makin memungkinkan pengaruh budaya global merasuk ke masyarakat. Alhasil, gaya hidup hedon, western, komersialisme, seolah jadi kiblat kaum urban. Kalau belum bersulang wine, belum neken ekstasi, belum seks pranikah, dianggap tidak modern. Parahnya, pemerintah seperti latah dan terjebak dalam arus kemaksiatan itu. Benteng Beriman yang semula berdiri kokoh, perlahan mulai ambruk digempur peradaban milenium. Meski berulang kali berdalih ketat mengeluarkan izin menjual minuman keras, tapi faktanya cairan beralkohol tinggi itu dijaja bebas di ruang terbuka. Prostitusi kian mudah dinikmati. "Itulah kemaksiatan," tegas Ketua Majelis Ulama (MUI) Balikpapan HM Idris. Sekretaris Dinas Perindagkop Balikpapan Malik Effendi mengatakan, Balikpapan memang memiliki Perda nomor 16 tahun 2002 tentang larangan, pengawasan, penertiban perderan dan minuman beralkohol. Dalam perda itu, sejatinya tempat yang diizinkan menjual miras hanya di hotel berbintang. Namun belakangan terbit Permendag nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 yang berlaku mulai 11 April 2014. Isinya, minuman alkohol boleh dijual di hotel berbintang, restoran dengan tanda Talam Kencana dan Talam Selaka, serta bar termasuk pub dan klub malam. Aturan disesuaikan dengan kondisi daerah dengan dasar perda. "Tapi tidak serta merta setiap klub atau pub bisa dapat izin (jual miras). Harus memenuhi sejumlah persyaratan," jelasnya. Lantas bagaimana dengan klub malam atau pub yang sudah menjual miras sebelum Permendag tadi terbit? Dengan tegas Malik mengatakan hal itu bisa dilakukan, dan Satpol PP wajib menertibkan. "Tapi nanti akan kita bahas kembali dengan melibatkan seluruh stake holder," jelasnya. Hal senada dikatakan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi. Menurutnya THM atau pub-pub yang tak memiliki izin resmi akan ditutup jika memang terbukti tak mengantongi izin. "Ya harus ditutup, suruh buat izinnya dulu. Tetapi, kita cek dulu. Karena saya belum tahu daftar mana saja (THM) yang nggak berizin," ucap Rizal. BERDAMPAK KE PAD Keberadaan tempat hiburan, harus diakui memiliki kontribusi besar terhadap pendapatan daerah. Namun, untuk pajak penjualan minuman beralkohol tidak tercantum dalam laporan pendapatan aasli daerah (PAD) di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Balikpapan. "Yang ada hanya pajak tempat hiburan," jelas Kadispenda Balikpapan Tirta Dewi. Dikatakan, pajak hiburan di dalamnya sudah termasuk hotel, bioskop, karaoke dan pub-pub. Artinya, perdagangan minuman beralkohol yang tidak berizin atau tak memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP-MB), tak terekam dicatatan Dispenda. " Rekeningnya gabungan dengan pajak hiburan," kata Tirta. Untuk kontribusi PAD kategori pajak hiburan, ujar Tirta, memiliki target tiap tahunnya. Di tahun 2014 harus mencapai Rp 12,58 miliar. Sedangkan di tahun 2013 lalu, target sebesar Rp 11 miliar. "Tiap tahun pasti meningkat, karena pertumbuhan ekonomi serta banyaknya tempat-tempat hiburan yang berdiri," bebernya. INDRA NUSWA, ADE MIRANTI, BALIKPAPAN
0 Komentar untuk "Benteng “Beriman” Balikpapan Telah Ambruk"

Back To Top