Menu hiburan di sejumlah klub malam makin mengusik libido. Jika selama ini pertunjukan sexy dancer masih dalam koridor ‘seksi’, belakangan mulai tampil terbuka. Ibarat sajian pencuci mata, setiap lekuk tubuh si penari terlihat menggairahkan diiringi goyangan sangat menggoda.
Malam semakin larut. Tiga gadis cantik bertubuh sintal meliuk-liukan tubuhnya di salah satu pub and café di Kota Samarinda. Mereka adalah Rina Sponty Olympiane, Ade Irma, dan Gabby Moorena. Ketiganya penari. Setiap malam mereka beraksi. Bergoyang liar saat keheningan menyapa. Makin larut malam, tarian semakin panas. Mata yang memandang pun enggan terpejam.
“Kami ini penari, itu sebuah pekerjaan yang halal. Selain menari, kami tidak melakukan apa-apa. Sebab, dancer adalah dancer dan tugasnya menari,” kata Rina, yang merupakan kapten tim penari ini.
Diakui Rina, tarian para dancer memang panas. Variasinya pun beragam. Dari sekadar menari di atas panggung, hingga berinteraksi dengan tamu-tamu di atas meja.
“Kalau dilihat dari pakaian dan tarian kami, pasti banyak yang mengira kami juga memberi sajian yang lain. Tapi sumpah, kami pekerja profesional. Kami entertaint, jadi datang ke sini ya menari dan harus memuaskan para pengunjung dengan tarian, bukan dengan cara yang lain,” ungkapnya.
Ketika klub menyajikan pertunjukan sexy dancer, tamu-tamu menyambutnya dengan antusias. Goyangan akan semakin panas saat musik yang dimainkan disc jokey (DJ) makin nyaman didengar. Gegap gempita menyeruak di setiap sudut ruangan. Saat pertunjukan tarian berlangsung, setiap orang yang berada di klub akan berteriak dan bangkit untuk ikut bergoyang.
“Ini klimaksnya. Kami puas melihat semua penikmat klub malam puas. Jika tepukan itu riuh, semangat kami makin besar. Kami tak akan menari seadanya, karena kami total. Inilah yang kami punya. Saat semua penonton puas, itulah penghargaan untuk kami,” ujar Rina.
Durasi tarian yang dilakukan rata-rata berlangsung selama setengah sampai satu jam. Tayangan pertama dimulai pukul 00.00, dan terbagi dari beberapa tim. Untuk sesi pertama semua tim ikut menari, sementara sesi kedua dilanjutkan satu jam kemudian.
“Kalau pun ada klub yang menyajikan pertunjukan yang lebih berani, saat itu masih terbatas pada private party atau party yang diselenggarakan untuk kalangan terbatas. Kalau di sini, kami sebagai entertain dan tidak melakukan hal-hal berani kecuali berpakaian seksi,” jelasnya.
Menurut Rina, pub tempatnya bekerja merupakan salah satu tempat terfavorit bagi penikmat tarian panas dancer. Tapi sejauh ini, ia dan dua rekannya tak pernah diminta untuk menyuguhkan topless dancer. Menurut dia, dancer adalah penari profesional. Toples dancer bukan ranah mereka.
“Saya tidak pernah dikontrak jadi toples dancer ya. Itu kan sudah masuk ranah terlarang. Kami profesional saja, seksi okelah tapi tidak telanjang,” tegasnya.
Bagaimana pun, sejumlah event tarian dancer yang pernah disuguhkan baik secara private maupun underground, sekarang telah menjadi sesuatu yang umum dan biasa.
Meski para clubbers menginginkan sesuatu yang baru dan lebih nakal, Rina dan dua rekannya tetap konsisten berperan sebagai entertain. “Ya memang di era yang sekarang ini, pertunjukan sexy dancer tidak lagi memiliki daya jual, clubbers menginginkan sesuatu yang baru. Ada yang bilang topless dancer dianggap sebagai jualan yang mampu menjadi magnet untuk menghadirkan pengunjung di sebuah klub. Tapi bagi saya, sexy dancer siap menyajikan tarian panas tapi tidak dengan telanjang,” tandasnya. (*)
YOVANDA, SAMARINDA
Menu hiburan di sejumlah klub malam makin mengusik libido. Jika selama ini pertunjukan sexy dancer masih dalam koridor ‘seksi’, belakangan mulai tampil terbuka. Ibarat sajian pencuci mata, setiap lekuk tubuh si penari terlihat menggairahkan diiringi goyangan sangat menggoda.
Malam semakin larut. Tiga gadis cantik bertubuh sintal meliuk-liukan tubuhnya di salah satu pub and café di Kota Samarinda. Mereka adalah Rina Sponty Olympiane, Ade Irma, dan Gabby Moorena. Ketiganya penari. Setiap malam mereka beraksi. Bergoyang liar saat keheningan menyapa. Makin larut malam, tarian semakin panas. Mata yang memandang pun enggan terpejam.
“Kami ini penari, itu sebuah pekerjaan yang halal. Selain menari, kami tidak melakukan apa-apa. Sebab, dancer adalah dancer dan tugasnya menari,” kata Rina, yang merupakan kapten tim penari ini.
Diakui Rina, tarian para dancer memang panas. Variasinya pun beragam. Dari sekadar menari di atas panggung, hingga berinteraksi dengan tamu-tamu di atas meja.
“Kalau dilihat dari pakaian dan tarian kami, pasti banyak yang mengira kami juga memberi sajian yang lain. Tapi sumpah, kami pekerja profesional. Kami entertaint, jadi datang ke sini ya menari dan harus memuaskan para pengunjung dengan tarian, bukan dengan cara yang lain,” ungkapnya.
Ketika klub menyajikan pertunjukan sexy dancer, tamu-tamu menyambutnya dengan antusias. Goyangan akan semakin panas saat musik yang dimainkan disc jokey (DJ) makin nyaman didengar. Gegap gempita menyeruak di setiap sudut ruangan. Saat pertunjukan tarian berlangsung, setiap orang yang berada di klub akan berteriak dan bangkit untuk ikut bergoyang.
“Ini klimaksnya. Kami puas melihat semua penikmat klub malam puas. Jika tepukan itu riuh, semangat kami makin besar. Kami tak akan menari seadanya, karena kami total. Inilah yang kami punya. Saat semua penonton puas, itulah penghargaan untuk kami,” ujar Rina.
Durasi tarian yang dilakukan rata-rata berlangsung selama setengah sampai satu jam. Tayangan pertama dimulai pukul 00.00, dan terbagi dari beberapa tim. Untuk sesi pertama semua tim ikut menari, sementara sesi kedua dilanjutkan satu jam kemudian.
“Kalau pun ada klub yang menyajikan pertunjukan yang lebih berani, saat itu masih terbatas pada private party atau party yang diselenggarakan untuk kalangan terbatas. Kalau di sini, kami sebagai entertain dan tidak melakukan hal-hal berani kecuali berpakaian seksi,” jelasnya.
Menurut Rina, pub tempatnya bekerja merupakan salah satu tempat terfavorit bagi penikmat tarian panas dancer. Tapi sejauh ini, ia dan dua rekannya tak pernah diminta untuk menyuguhkan topless dancer. Menurut dia, dancer adalah penari profesional. Toples dancer bukan ranah mereka.
“Saya tidak pernah dikontrak jadi toples dancer ya. Itu kan sudah masuk ranah terlarang. Kami profesional saja, seksi okelah tapi tidak telanjang,” tegasnya.
Bagaimana pun, sejumlah event tarian dancer yang pernah disuguhkan baik secara private maupun underground, sekarang telah menjadi sesuatu yang umum dan biasa.
Meski para clubbers menginginkan sesuatu yang baru dan lebih nakal, Rina dan dua rekannya tetap konsisten berperan sebagai entertain. “Ya memang di era yang sekarang ini, pertunjukan sexy dancer tidak lagi memiliki daya jual, clubbers menginginkan sesuatu yang baru. Ada yang bilang topless dancer dianggap sebagai jualan yang mampu menjadi magnet untuk menghadirkan pengunjung di sebuah klub. Tapi bagi saya, sexy dancer siap menyajikan tarian panas tapi tidak dengan telanjang,” tandasnya. (*)
YOVANDA, SAMARINDA
Admin
May 31, 2014
Admin
Bandung Indonesia
Previous
Penolakan Booking Out Sexy DancerRELATED POSTS
KPU Berseragam PNS Status Komisioner KPU Kaltim Mohammad Taufik diduga bermasalah. Keanggotaannya di lembaga penyelenggara pemilu belum mendapatkan …
Obral Izin THM dan Miras Tak terbantahkan lagi, virus kemaksiatan sudah mewabah di permukaan Balikpapan. Narkoba, prostitusi, minuman memabukan, bisni…
Investigasi Masdari Langgar Kode Etik Indikasi pelintir kasus yang dilakukan oknum Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kaltim rupanya tercium ORI Pusat…
Fantasi Seks Perempuan Bertato Seni merajah tubuh alias tato merupakan simbol atau gambar yang di lukis di tubuh. Tak hanya kaum Adam, kaum hawa pun kin…
Surat Bebas MA untuk Sofyan Hasdam MANTAN Wali Kota Bontang Andi Sofyan Hasdam akhirnya bebas dari jeratan korupsi dana asuransi anggota dewan periode 1999-2004, se…
0 Komentar untuk "Panas Yes, Topless No"