-->

Menggugat Ketidakadilan

Menyanyilah Hasbullah

Menyanyilah Hasbullah Sudah tengah malam, menjelang dini hari, Kamis (22/4) sekira pukul 23.00, kantor KPU di Kompleks Perkantoran Bukit Pelangi yang lengang menjadi ramai. Hasniah, staf KPU Kutim berteriak sambil terperangah di depan laptopnya. “Ya ampun kok jadi begini.” Ia kaget setengah mati karena data rekapitulasi suara hasil pemilu tingkat kabupaten yang sudah diplenokan pada pagi hari amburadul. Suara beberapa caleg yang berebut kursi menuju Karang Paci, Kantor DPRD Kaltim, menggelembung, dan beberapa mengempis. Keriuhan menjadi-jadi karena seorang saksi caleg dari Partai Nasdem yang masih tersisa di Kantor KPU mendesak agar malam itu juga persoalan diselesaikan. Maklum, data rekapitulasi di tangannya yang didapat dari menghitung manual suara di tingkat kecamatan, berbeda dengan data yang disajikan KPU. Kebingungan, Ulva, salah satu anggota KPU berlari menuju ruang Ketua KPU Kutim Fahmi. Keduanya berbincang pelan, lalu masuk ke sekretariat KPU. Fahmi lalu memanggil komisioner KPU lain Hasbullah, lalu disusul 2 komisioner lainnya. Rapat pun digelar sampai dini hari. Setelah itu mereka pulang. Selesai? Justru persoalannya baru dimulai. Karena besoknya polisi menetapkan ada oknum di tubuh penyelenggara yang memanipulasi data suara. Celakanya, komisioner KPU yang diseleksi ketat dan diharapkan mengamankan jalannya pemilulah yang justru menjadi pengacau. Tudingan langsung mengarah kepada Hasbullah. Alih-alih menjadi garda terdepan yang memuluskan pesta demokrasi 5 tahunan, Hasbullah yang menjalani periode kedua sebagai komisioner di KPU Kutim, disebut-sebut aktor utama. Dialah yang mengutak-atik data, mengubah dengan cara menggelembungkan perolehan suara calon tertentu dengan imbalan fulus. (baca juga Hasbullah Merayu Fahmi). Tidak butuh waktu lama, status terduga pada Hasbullah pun menjadi tersangka. Diperiksa maraton di Polres Kutim, Hasbullah mulai menyanyi –meski masih pelan. Kapolres Kutim Edgar Diponegoro didampingi Kasat Reskrim Yogie Hardiman mengaku menerima dana dari sejumlah caleg yang totalnya Rp 55 juta. Tak ingin sendiri, Hasbullah menyeret-nyeret nama Rudiansyah. Komisioner KPU Kaltim ini disebutnya ikut dalam manipulasi data. Melalui kuasa hukumnya Arshanty, Hasbullah menyebut Rudiansyahlah yang memerintahkan diri mengobok-obok data suara, dan menggelembungkan sekaligus mengempiskan caleg-caleg tertentu. Kepada sejumlah media, Rudiansyah menolak tudingan koleganya yang sama-sama pernah jadi aktivis di HMI itu. Wakil Koordinator KPU Kutim ini justru berkilah dialah yang membantu menyelesaikan kisruh penggelembungan suara, termasuk mengambil alih pimpinan sidang di KPU Kaltim saat rekapitulasi suara Kabupaten Kutim terus-menerus diinterupsi. Rudiansyah boleh berkilah. Tapi sumber kredibel Gugat menyebut, justru saat mengambil alih pimpinan sidang itu, Rudiansyah diduga ingin mengaburkan persoalan. Misalnya ia berkali-kali disebut salah membacakan hasil pemungutan suara, atau tak membaca rinci perolehan suara caleg demi menghindari terbongkarnya manipulasi data yang menguntungkan caleg tertentu. Tapi kepada sejumlah media, Rudiansyah menolak itu semua. Ia bergeming tak tahu-menahu soal mufakat jahat tersebut. Walau ada yang disayangkan, karena Rudiansyah belum juga memenuhi panggilan Polres Kutim yang ingin mengkonfrontir nyanyian Hasbullah soal dugaan keterlibatan dirinya. Kepada Gugat akhir pekan lalu, Rudiansyah yang biasanya terbuka pada wartawan mendadak pelit bicara. Kini ia menjadi sangat selektif. Ketika pertanyaannya mengarah kepada kasus dirinya, dia serta-merta langsung menolak berkomentar. "Pokoknya saya no comment dululah kalau soal itu. Kalau mau wawancara silakan masalah yang lain saja ya," kata Rudiansyah. Rudi - sapaan akrabnya - ditemui di sela Rapat Pleno KPUD Kaltim terkait rekapitulasi ulang sertifikat DB-1 untuk anggota DPR-RI. Rudi yang biasanya akrab dengan wartawan dan tak pernah sungkan membeberkan data, tampak menutup diri dan menghindar ketika pertanyaan yang diajukan adalah mengenai kasus dirinya tersebut. "Aduh tolong lah kalau masalah saya itu, saya no comment pokoknya. Kita serahkan saja semuanya kepada hukum untuk memprosesnya. Saya tetap melaksanakan tugas-tugas saya seperti biasanya yakni sebagai salah satu anggota KPU Kaltim," kata mantan anggota KPU Kota Samarinda selama dua periode ini. Terpisah, Hendrik SH, koordinator Tim Kuasa Hukum DPD KNPI Kaltim yang disebut-sebut mendampingi Rudiansyah dalam kasus ini juga belum bisa memberikan komentar. Menurutnya, hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan kuasa apapun dari Rudiansyah. Sehingga dirinya pun belum bisa memberikan komentar apapun. Hanya Rudiansyah sajakah yang mencuat dari nyanyian Hasbullah? Sejauh ini nama Marsidik juga disebut-sebut. Marsidik caleg Dapil V (Bontang, Kutim, Berau) untuk DPRD Kaltim. Pemilu tahun ini, ia bersama dua saudaranya, Mahyuddin dan Mahyunadi berjuang berebut suara pemilih di level berbeda. Mahyuddin, mantan bupati Kutim yang juga anggota DPR 2009-2014 kembali maju di Dapil Kaltim-Kaltara. Mahyunadi, wakil ketua DPRD Kutim ingin mempertahankan kursinya di Bukit Pelangi. Keinginan ketiganya tampaknya mulus, karena suara mereka cukup untuk menjadi caleg terpilih. Tapi Marsidik punya ganjalan. Sebab ia termasuk 6 caleg yang suaranya digelembungkan Hasbullah. Meski sejatinya tanpa campur tangan Hasbullah, ia tetap lolos ke Karang Paci. Marsidik, kepada sejumlah media berkali-kali membantah dugaan keterlibatan dirinya dalam perbuatan Hasbullah. Namun tengah pekan pertama Mei, polisi justru menetapkan dirinya sebagai tersangka. Dua alat bukti sudah dikantongi penyidik, termasuk cloning percakapan dan traffic short message service (SMS) dari telepon seluler milik Hasbullah yang diperiksa di Laboratorium Forensik di Surabaya. Hasbullah juga mengaku menerima sejumlah uang dari Marsidik di Hotel Royal Victoria di Jalan Pendidikan, Sangatta. Rupiah juga mengalir dari Supriyadi, simpatisan Caleg asal PKS, Zainal Haq. Zainal Haq kini anggota Komisi III DPRD Kaltim. Jika manipulasi tak terbongkar, ia kembali akan berkantor di DPRD Kaltim untuk periode ketiga. Setelah namanya ditetapkan sebagai tersangka, Marsidik yang selama dua pekan terakhir sulit ditemui, makin tak bisa dijumpai. Di rumahnya ia tak ada, telepon selulernya mati total. Ia seakan-akan hilang di telan bumi. Supriyadi pun demikian. Kuat dugaan mereka bersembunyi untuk mengakali jerat hukum. Maklum sangkaan dalam kasus pidana yang terkait Pemilu, jika mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD dan DPD, khususnya Pasal 261 ayat 1 dan 4, punya masa kedaluwarsa yang amat singkat. Jika berkasnya dari tangan penyidik dalam hal ini kepolisian belum juga dilimpahkan secara lengkap kepada kejaksaan 22 hari sejak masuk tahap penyidikan, kasus pun gugur. Dalam kasus ini, Marsidik dan Supriyadi pun boleh lenggang kangkung pada pertengahan Mei, jika ia terus bersembunyi hingga 17 Mei. Soal ini, Kajari Sangatta Didik Farhan tak berkomentar banyak. Apalagi sejak awal penyidikan kasus ini ditangani kepolisian. “Kami sifatnya menunggu. Kalau berkas lengkap, segera kami limpahkan ke pengadilan untuk disidangkan,” kata Didik. Hasbullah melalui Arshanty, kuasa hukumnya menyatakan berminat jadi justice collaborator. Tapi untuk sementara ia masih tetap harus merasakan dinginnya hotel prodeo. Bisa jadi ia malah akan terjerat seorang diri. Kondisi itu mungkin bisa berubah jika “nyanyiannya” yang pelan jadi lebih lantang, lebih nyaring, dan tentu lebih berani. (*) ISMET RIFANI, SABIR IBRAHIM, ALI AKBAR, LUKMAN, KHAIDIR
0 Komentar untuk "Menyanyilah Hasbullah"

Back To Top